Bahasa Indonesia

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIPOL), Universitas Gadjah Mada (UGM) bekerja sama dengan Faculty of Arts, University of Melbourne, akan menyelenggarakan konferensi ketiga dalam seri Australia-Indonesia in Conversation (AIC). Konferensi ini terdiri dari enam diskusi panel  yang diadakan selama dua hari dengan tema: 'Menghargai Demokrasi dan Keberagaman: Kesetaraan, Kepemimpinan, dan Keadilan Sosial'. Acara ini akan dilangsungkan secara luring dan daring pada tanggal 5-6 Juli 2023, bertempat di kampus FISIPOL UGM, Yogyakarta, Indonesia.

UoM logo
UGM logo
AIIC logo

Latar belakang

Australia dan Indonesia, sebagai negara tetangga di Asia Pasifik, selama ini telah menjalin hubungan yang baik pada berbagai aspek: politik, ekonomi dan sosial. Cakupan wilayah yang sangat luas, dan kondisi geografis yang sangat beragam yang dimiliki oleh kedua negara tercermin dalam keberagaman sosial budaya, sumber daya ekonomi, dan kondisi politik di setiap daerah, yang tentunya akan mempengaruhi kebijakan dan praktik masing-masing negara dalam memenuhi kebutuhan masyarakat, dalam konteks kedaerahan dan secara nasional. Di samping hal tersebut, kedua negara, Australia dan Indonesia, tentunya telah melakukan perubahan yang sangat signifikan sebagai respon atas terjadinya pandemi dan ketidakstabilan kondisi ekonomi dan politik secara global.

Ke depan, kedua negara akan menghadapi tantangan yang serupa sebagai dampak atas perubahan kondisi politik serta isu kesetaraan dan keadilan sosial, yang terbentuk dari dari dinamika masa lalu dan masa kini. Namun, terdapat inovasi dan kepemimpinan yang signifikan sebagai upaya untuk membentuk masyarakat yang setara dan inklusif di kedua negara.

Konferensi ini bertujuan untuk memahami upaya-upaya yang telah dilakukan oleh para pengambil kebijakan, akademisi dan peneliti, organisasi kemasyarakatan dan sektor swasta di kedua negara dalam menghargai demokrasi dan keberagaman di tengah dinamika sosial, ekonomi, dan politik yang terus berubah, baik dalam lingkup nasional, maupun global.

Diskusi Panel

  • Panel Pembuka - Menghargai Demokrasi dan Keberagaman: Kesetaraan, Kepemimpinan dan Keadilan Sosial

    Sesi pembukaan ini akan memberikan wawasan penting dari perspektif masing-masing negara terkait tema konferensi yang telah diuraikan dalam abstrak di atas.

    Pembicara

    • Professor Wening Udasmoro, Wakil Rektor Bidang Pendidikan dan Pengajaran, Universitas Gadjah Mada (UGM)
    • Professor Aaron Corn, Inaugural Director, Indigenous Studies Institute, The University of Melbourne
    • Dr Wawan Mas'udi,  Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada (UGM)
    • Ibu Astri Kusuma Mayasari, Direktur Politik dan Komunikasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Bappenas, Republik Indonesia
    • Ibu Madeleine Moss, Minister Counsellor Governance and Human Development, Kedutaan Besar Australia
  • Panel 1 - Kepemimpinan dan nilai-nilai demokrasi: Mengatasi Ketimpangan

    Dalam beberapa tahun ini, baik Australia maupun Indonesia, telah mengahadapi tantangan yang signifikan sehubungan dengan adanya peralihan kebijakan dari stay at home menuju ke kebiasaan normal yang baru, serta adanya dampak atas pandemi dan ketidakstabilan kondisi sosial politik.

    Australia baru-baru ini juga memiliki Perdana Menteri baru sebagai lanjutan atas pemilihan anggota parlemen yang telah dilaksanakan pada tahun 2022, sementara Indonesia pada saat ini sedang mempersiapkan pemilihan presiden dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang akan dilaksanakan secara serentak di awal tahun 2024. Oleh karena itu, ke depan, akan terdapat tantangan dan kesempatan bagi kedua negara untuk mempromosikan kesetaraan dan keadilan sosial melalui proses politik dan penyusunan kebijakan pasca terjadinya perubahan pada situasi politik dan ekonomi.

    Panel ini akan membahas usaha-usaha dalam rangka mempromosikan inklusi sosial dan mengatasi ketidaksetaraan dalam lingkungan yang sangat dinamis tersebut, baik sehubungan dengan kejadian politik dalam konteks pemilihan umum yang akan dilakukan di Indonesia, maupun berkaitan dengan perubahan situasi politik dan kebijakan yang baru-baru ini terjadi di Australia. Panel akan mendalami sejauh mana partai politik dan para kandidat akan melihat permasalahan-permasalahan inklusi sosial dan mengatasi ketidaksetaraan di Indonesia dalam gelaran pemilihan umum 2024, serta bagaimana permasalahan-permasalahan ini dijawab dalam kondisi politik yang baru di Australia.

    Untuk memperkaya diskusi, panel juga akan menggali contoh-contoh dinamika yang terjadi di daerah, kebijakan dan peran kepemimpinan dalam inklusi sosial dan ketidaksetaraan sosial, dan usaha yang dilakukan para pimpinan baik secara nasional maupun di daerah dalam rangka mempromosikan inklusi sosial dan kesetaraan. Panel akan melibatkan pembicara dari akademisi, kelompok masyarakat, dan pembuat kebijakan.

    Pembicara

    • Associate Professor Andrew Dodd, Director of the Centre for Advancing Journalism, The University of Melbourne
    • Dr Mada Sukmajati, Pengajar di Departemen Ilmu Politik dan Pemerintahan, Universitas Gadjah Mada
    • Professor Aaron Corn, Inaugural Director, Indigenous Studies Institute, The University of Melbourne
    • Dr Sri Nuryanti, Peneliti di Pusat Studi Politik, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
    • Professor John Murphy, Profesor Ilmu Politik di School of Social and Political Sciences (SSPS), Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Ibu Titi Anggraini, Aktivis dan Direktur Eksekutif Perkumpulan Pemilu Demokrasi (Perludem)
    • Bapak Erwin Renaldi, Jurnalis, ABC Australia
  • Panel 2 - Kaum Muda Mendorong Perubahan: Mendukung Pemuda dan Mengatasi Ketidaksetaraan

    Kaum muda seringkali menjadi inovator dan penggerak perubahan sosial di Indonesia dan Australia, tetapi mereka juga menghadapi kerentanan yang semakin meningkat dengan perubahan struktur angkatan kerja, pertumbuhan gig economy, meningkatnya kesenjangan sosial-ekonomi, dan juga dampak lain yang disebabkan oleh pandemi global. Tekanan-tekanan tersebut dialami dengan lebih buruk oleh kaum muda yang kurang beruntung dan terpinggirkan di masing-masing negara, terutama mereka yang memiliki riwayat kemiskinan, pengucilan, dan trauma jangka panjang.

    Panel ini mengeksplorasi tantangan dan inovasi dalam meningkatkan kesejahteraan kaum muda, termasuk mengeksplorasi tantangan yang mereka hadapi dalam mencari dan mempertahankan pekerjaan, serta implikasi sosial dan politik dari berbagai macam perjuangan yang mereka hadapi.

    Selain itu, diskusi juga mengeksplorasi kerentanan yang dihadapi oleh kaum muda di penjara dan ruang lain, terutama kelompok muda First Nation di Australia dan pemuda dari kelompok terpinggirkan di Indonesia. Panel ini juga akan membahas cara pemerintah, pengusaha, sektor swasta dan masyarakat sipil melakukan upaya untuk meningkatkan kebijakan dan inisiatif untuk mendukung masa depan kaum muda melalui berbagai upaya.

    Pembicara

    • Dr Oki Rahadianto Sutopo, Pengajar di Departemen Sosiologi dan Direktur Eksekutif Youth Studies Center (YouSure), Universitas Gadjah Mada
    • Associate Professor Diana Johns, Ketua Jurusan Kriminologi, School of Social and Political Sciences (SSPS), Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Bapak Angki Purbandono, Seniman and Pendiri Prison Art Program (PAP)
    • Bapak Margianta Surahman Juhanda Dinata, Pendiri dan Direktur Eksekutif Emancipate Indonesia
    • Ibu Kirsty Ellem, Direktur Artistic Merit dan Pejabat Direktur Eksekutif dan Strategi Kepemimpinan untuk St. Martins Youth Arts Centre
    • Ibu Kitty Andhora, Corporate Secretary, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.
  • Panel 3 - Cerita dari Dua Negara: Pengalaman Indonesia dan Australia dalam Menerapkan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia pada Dunia Usaha

    Sejalan dengan meningkatnya tuntutan global atas komitmen sektor bisnis dalam mendukung keadilan sosial, Indonesia dan Australia telah menyatakan dukungannya terhadap beberapa inisiatif yang diambil oleh PBB, seperti Pedoman atas Bisnis dan Hak Asasi Manusia. Kedua negara telah membuat kemajuan dalam bidang ini, meskipun dalam cara dan skala yang berbeda.

    Pemerintah Indonesia belum lama ini mengeluarkan inisiatif yang bertujuan untuk meningkatkan perlindungan hak asasi manusia dalam kontek operasi bisnis, termasuk menyusun National Action Plan on Business and Human Rights. Sementara itu Pemerintah Australia telah mengimplementasikan berbagai peraturan untuk mendorong dunia bisnis/pengusaha untuk menghargai hak asasi manusia, termasuk dengan menerbitkan The Modern Slavery Act pada tahun 2018.

    Panel ini akan mendalami kondisi saat ini atas hubungan bisnis dan hak asasi manusia di Indonesia dan Australia, serta melihat peran pihak-pihak yang terkait dalam mendorong hak asasi manusia dalam dunia usaha. Panel ini akan melibatkan para akademisi, pejabat pemerintahan, organisasi kemasyarakatan, dan sektor swasta untuk mendalami peluang dan hambatan untuk kemajuan di kedua negara.

    Pembicara

    • Associate Professor Kate MacDonald, ARC Future Fellow, School of Social and Political Science (SSPS), Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Ibu Sofia Alatas, Koordinator Kerja Sama Internasional, Kementerian Hukum dan HAM, Republik Indonesia
    • Associate Professor Shelley Marshall, Director of RMIT Business and Human Rights Centre
    • Dr Inaya Rakhmani, Director, Asia Research Centre, Universitas Indonesia
    • Professor Teguh Kurniawan, Guru Besar Tata Kelola Publik dan Kepala Departemen Administrasi Publik, Fakultas Ilmu Administrasi (FIA), Universitas Indonesia
    • Ibu Caitlin Reiger, CEO, Human Rights Law Centre
  • Panel 4 - Meningkatkan Kesetaraan Gender

    Mengatasi masalah kesetaraan gender merupakan prioritas utama bagi Indonesia dan Australia. Kedua negara telah membuat beberapa kemajuan sejalan dengan waktu, tetapi kemajuan tersebut, di samping tren global, juga terganggu oleh pandemi global. Panel ini akan mengeksplorasi tantangan kontemporer dan inovasi dalam meningkatkan kesetaraan gender di Indonesia dan Australia, dan diperluas dengan wawasan dari Pasifik.

    Panel ini  membahas upaya melalui media populer dan bentuk-bentuk lain untuk mempromosikan isu-isu kesetaraan gender serta tanggapan terhadap inisiatif tersebut dari publik yang berbeda. Panel ini juga merefleksikan bagaimana isu kesetaraan gender menjadi lebih akut di masyarakat yang terkena dampak konflik, trauma dan kekerasan, risiko jangka panjang bagi mereka yang putus sekolah dini dan perempuan kepala keluarga serta isu-isu terkait lainnya.

    Panel juga akan akan  membahas berbagai upaya untuk menanggapi tekanan tersebut di Australia dan Indonesia, termasuk lokalisasi bantuan dan kebijakan lokal, serta inisiatif domestik lainnya.

    Pembicara

    • Professor Wening Udasmoro, Guru Besar Sastra dan Gender, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada
    • Ibu Lian Gogali, Aktivis, Peneliti dan Pendiri Institut Mosintuwu dan Sekolah Perempuan
    • Professor Mohtar Mas'oed, Profesor Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada
    • Professor Jennifer Balint, Head of School, Social And Political Sciences (SSPS), Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Ibu Kalis Mardiasih, Penulis Opini dan Aktivis Muslim Muda
    • Dr Liz Dean, Pengajar Senior Sosiologi (Teaching Specialist), School of Social and Political Sciences (SSPS), Faculty of Arts, The University of Melbourne
  • Panel 5 - Aktivisme sosial budaya dan seni untuk perubahan

    Indonesia dan Australia memiliki sejarah aktivisme sosial-budaya yang kaya dalam memanfaatkan seni sebagai sarana perubahan sosial, menyoroti dan mengatasi ketidaksetaraan, serta dalam mendukung proses hubungan, kesejahteraan, dan penyembuhan dari trauma. Dari seni visual, seperti seni lukis hingga seni digital dan seni pertunjukan, seniman di Indonesia dan Australia telah lama menggunakan ekspresi kreatif mereka untuk terlibat dalam isu keadilan sosial dan reformasi politik.

    Pembicara dalam panel ini akan membahas beragam topik, mulai dari seniman yang menggunakan platform mereka untuk mengadvokasi hak asasi manusia, perlindungan lingkungan, dan hak minoritas. Panel ini juga menyoroti pengalaman orang-orang First Nation hingga kolaborasi transnasional oleh pekerja budaya diaspora. Diskusi ini akan membahas berbagai tantangan yang dihadapi serta cara seniman merespons secara inovatif untuk mendorong perubahan sosial.

    Pembicara

    • Bapak Robert Bundle, Penyanyi, Penulis Lagu dan CEO Songlines, Victoria, Australia
    • Bapak I Gede Robi Supriyanto, Musisi, Aktivis dan Pendiri Akarumput.com dan Ibu Ewa Wojkowska, Pendiri dan dan COO Kopernik
    • Dr Nicole Tse, Pengajar Senior, Grimwade Centre for Consevation of Cultural Material, School of Historical and Philosophical Studies, Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Professor Natalie King, OAM, Enterprise Professor of Visual Arts, Victorian College of the Arts, Faculty of Fine Arts and Music, The University of Melbourne
    • Bapak Rangga Purbaya dan Bapak Sirin Farid Stevy, Seniman Visual dan Pendiri 1965 Setiap Hari
    • Associate Professor Edwin JurriĆ«ns, Ketua Program Studi Indonesia di Asia Institute, Faculty of Arts, The University of Melbourne
    • Ibu Brigitta Isabella, Pengajar di Institut Seni Indonesia, Yogyakarta dan Anggota Kunci Study Forum and Collective
  • Panel 6 - Kebijakan dan Praktik-Praktik untuk Mempromosikan Keberagaman, Keadilan Sosial, dan Pengakuan atas Hak Asasi Manusia

    Mempromosikan keadilan sosial serta menghargai dan mengakui keberagaman merupakan aspek penting untuk memastikan hak penuh bagi semua anggota masyarakat di Indonesia dan Australia.  Kedua negara telah membuat sejumlah kemajuan dalam memajukan hak-hak komunitas yang beragam dan inklusivitas yang lebih besar dalam kebijakan dan praktik. Namun, tantangan signifikan dalam mencapai keadilan sosial tetap ada di kedua negara.

    Panel ini akan mengeksplorasi tantangan yang dihadapi oleh berbagai komunitas yang berbeda di kedua negara dan contoh upaya-upaya untuk mempromosikan keadilan sosial dan mengatasi kesenjangan. Panel ini juga akan membahas isu-isu mulai dari perawatan lanjut usia, disabilitas, pernikahan anak, dan aktivisme gender tanpa kekerasan.

    Pembicara

    • Dr Fina Itriyati, Pengajar Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Gadjah Mada
    • Bapak Slamet Thohari, Pengajar Sosiologi, Universitas Brawijaya dan Pendiri Pusat Layanan Disabilitas di Universitas Brawijaya
    • Professor Helen Dickinson, Professor of Public Service Research, School of Business, UNSW Canberra
    • Dr Suharto, Direktur Pusat Gerakan Advokasi Inklusi dan Disabilitas (SIGAB) Indonesia
    • Dr Catherine Smith, Pengajar Senior dan Co-Director, Student Experience di Melbourne Graduate School of Education, The University of Melbourne
    • Dr Santi Kusumaningrum, Direktur dan Peneliti Utama Pusat Perlindungan dan Kesejahteraan Anak (PUSKAPA), Universitas Indonesia
    • Dr Diah Kusumaningrum, Pengajar di Departemen Hubungan Internasional, Universitas Gadjah Mada
    • Ibu Caitlin Reiger, CEO, the Human Rights Law Centre